RUU Pertanahan Dibawa Ke Paripurna
Seluruh Fraksi di Badan Legsilasi DPR akhirnya menyepakati Rancangan Undang-Undang Pertanahan dibawa kedalam Rapat Paripurna.
“Apakah anggota Dewan setuju, RUU Pertanahan dibahas dalam Rapat Paripurna,”tanya Wakil Ketua Baleg Totok Daryanto saat memimpin rapat Baleg yang mengagendakan pembacaan mini fraksi, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis sore (11/2).
“Setuju….” Jawab anggota dewan secara serentak, dan palu pun diketuk.
Dalam pandangan mini fraksi Gerindra yang dibacakan oleh Bambang Riyanto, RUU Pertanahan bertujuan untuk memenuhi hak atas tanah warga negara dan memberikan perlindungan khusus bagi masyarakat adat
“Maraknya konflik sengketa pertahanan akibat dari politik pengurusan pertahanan yang kapitalistik, serta struktur kepemilikan dan penguasaan lahan mengakibatkan ketimpangan dalam pertahanan nasional,”ujar Bambang.
Menurut juru bicara dari Fraksi PAN Ammy Amalia, dalam pandangan mini fraksinya, berbagai kasus pertahanan disebabkan oleh penguasaan lahan yang tidak seimbang sehingga menimbulkan konflik yang berkepanjangan.
“Akar dari permasalahan ini adalah sikap pemerintah yang memberikan tanah tak terbatas luasannya kepada korporasi, namun faktanya, tanah tersebut tidak memberikan manfaat balik, melainkan merugikan masyarakat karena rusaknya lingkungan akibat aktivitas korporasi,”terang Ammy.
Fraksi PAN berharap, lahirnya RUU Pertanahan ini mampu mengakomodir serta memberikan kekuatan hukum atas hak ulayat, hak kepemilikan tanah perseorangan dan hak menguasai tanah oleh negara.
Sementara itu, menurut Wakil Ketua Baleg Totok Daryanto , RUU pertanahan ini adalah implementasi dari Undang – Undang Pokok Agraria dan persoalan terkait konflik agraria terutama yang melanggar hak rakyat dapat diselesaikan
Diketahui, jelas Totok, kurang lebih 70 persen kasus dipengadilan merupakan persoalan terkait sengketa tanah, sehingga RUU ini diharapkan memberikan penyelesaian yang efektif terhadap kasus sengketa hukum di wilayah NKRI.
“Khususnya yang berkaitan dengan kepemilikan lahan rakyat yang diberikan kepada negara ternyata sebagian besar disalahgunakan untuk kepentingan bisnis,”tegasnya.
Seperti diketahui, Rancangan Undang - Undang (RUU) Pertanahan dibentuk untuk mengisi kekosongan hukum atas Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria dan menjadi rujukan hukum dari segala konflik agraria (ann), foto : JAYADI/PARLE/HR.